Balai Belajar Masyarakat

Balai Belajar Masyarakat (BBM) adalah satu ruang publik yang berfungsi sebagai ruang baca, belajar, pertemuan, kelas-kelas mengasah keterampilan dan aktualisasi individu atau komunitas. Iya, perpustakaan tapi nggak sekedar perpustakaan. Coworking space tapi nggak sekedar ruang bekerja.

Sumber: ChatGPT dengan prompt tertentu.

Ruang ini bukan sekadar bangunan, melainkan platform sosial. Sebuah tempat di mana interaksi, pembelajaran, dan pertukaran ide menjadi denyut nadi yang menghidupkan ruang-ruangnya. Setiap sudutnya memiliki nilai, setiap kursi dan mejanya adalah ruang diskusi, dan setiap dindingnya menyerap lalu mengamplifikasi energi dari orang-orang yang datang dengan semangat ingin belajar dan berbagi.

Bayangkan, seorang anak kecil yang bahkan belum bisa membaca, tumbuh di ruang-ruang ini. Di sini, mereka tidak hanya menemukan buku-buku, tapi juga berproses menemukan diri mereka. Mereka bermain, belajar, dan menjelajah dunia pengetahuan di perpustakaan. Ketika mereka beranjak remaja, mereka mulai menggunakan coworking space untuk mengerjakan proyek sekolah, atau mungkin hanya untuk berdiskusi dengan teman-teman mereka tentang ide-ide baru.

Ruang ini menjadi saksi perjalanan hidup mereka. Dari anak-anak hingga dewasa, ruang ini beradaptasi dengan kebutuhan mereka, menjadi tempat untuk upskilling, reskilling, atau bahkan sekadar tempat untuk bertukar pikiran tentang isu-isu sehari-hari. Mereka yang dulunya hanya menjadi peserta, kini menjadi fasilitator, mentor, atau pemimpin diskusi, memberikan kembali apa yang telah mereka pelajari di tempat yang sama.

Imajinasi model coworking space atau perpustakaan besar. Sumber: Pinterest

Ruang ini adalah tempat di mana kehidupan dan pembelajaran berjalan berdampingan. Sebuah tempat di mana setiap individu, dari anak-anak hingga orang tua, bebas menemukan potensi mereka, belajar, dan berkontribusi. Inilah esensi dari Balai Belajar Masyarakat—ruang yang hidup, tumbuh, dan terus berkembang seiring dengan individu-individu yang ada di dalamnya.

Saat saya SMP-SMA, fasilitas seperti ini adalah perpustakaan daerah kabupaten yang sangat dekat dengan alun-alun atau kantor pemerintahan. Namun jika dibangun secara masif, Balai Belajar Masyarakat tidak harus terpaku pada pusat-pusat pemerintahan atau administratif. Ruang-ruang ini bisa hadir di setiap kelurahan atau berbasis distrik (kecamatan), ditempatkan di titik-titik yang relevan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Fleksibilitas lokasinya adalah kunci, mengikuti gravitasi pusat penduduk, sehingga mudah dijangkau dan dekat dengan komunitas yang akan menggunakannya. Balai ini bisa ditempatkan di area yang memiliki akses transportasi umum yang baik, memudahkan mobilitas orang-orang yang datang untuk belajar, berdiskusi, atau bekerja.

Sumber: ChatGPT dengan prompt tertentu.

Selain itu, dekatnya lokasi dengan aglomerasi sekolah, pusat pendidikan, atau fasilitas umum lainnya bisa semakin memperkuat fungsinya sebagai tempat berkumpul dan belajar. Sepulang sekolah, anak-anak bisa langsung datang untuk mengerjakan tugas atau membaca, sementara mereka yang bekerja bisa memanfaatkan coworking space yang ada. Pendekatan ini memastikan bahwa Balai Belajar Masyarakat menjadi bagian integral dari ekosistem pendidikan dan komunitas setempat—bukan sekadar bangunan fisik, tapi juga bagian dari jaringan sosial dan budaya yang hidup di sekitarnya

Waktu operasional bisa menyesuaikan dengan sumber daya, kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakatnya termasuk isu pembiayaan. Jika ada Balai Belajar Masyarakat yang aman dan nyaman untuk belajar selama 24 jam misalnya, para penggunanya tidak akan merasakan yang saya rasakan dulu. Saat saya ingin belajar dan mengerjakan tugas hingga larut, saya harus ke warnet (warung internet), begadang dan berkelahi tangan dengan nyamuk-nyamuk di gazebo-gazebo kampus atau harus bayar sekian puluh ribu di restoran siap saji 24 jam sambil membawa colokan tambahan bersama teman-teman senasib sepenanggungan. Menyedihkan.

Tentu, agar Belajar Masyarakat ini terus hidup dan relevan, agenda mingguan dan bulanan sudah terencana sejak setahun sebelumnya. Semua elemen masyarakat dari berbagai latar belakang umur, sosial dan ekonomi bisa berkegiatan sesuai dengan kebutuhan belajar mereka. Semacam agenda-agenda perpustakaan di negara-negara yang masyarakatnya mencintai ilmu dan menyebarluaskan pengetahuannya. Agenda-agenda ini dirancang secara kolaboratif dengan komunitas lokal, praktisi, dan akademisi, memastikan bahwa setiap kegiatan relevan dan berdampak nyata bagi masyarakat. Balai ini tidak hanya sebuah ruang, tapi juga pusat pembelajaran yang terus bergerak sepanjang tahun.

Mimpi dulu, boleh.

Leave a comment